Ajarannya tidak berbeda dengan ajaran Ahlu Sunnah Wal Jamaah. Adapun ajaran spiritual berakar pada konsep tentang dan pengalamannya akan Tuhan (ihsan).
Awal Berdiri : Sebuah tharikat besar yang didirikan oleh Abd Al Qadir Al Jilani (W. 561/1166) di Baghdad. Ia merupakan sufi besar dalam sejarah Islam. 1) Qadiriyyah merupakan tharikat pertama dalam sufisme, sebelumnya yang berkembang adalah kelompok-kelompok kecil sebagai pengikut guru spiritual yang dinamakan thaifah (jamak : thawaif). Bersama Abd Al Qadir al Jillani berkembanglah sebuah tradisi di kalangan sufisme untuk menambatkan doktrin dan metode spiritual sebagai perumusnya, Sedang pada masa sebelumnya tokoh-tokoh sufi secara langsung memandang Nabi Muhammad saw sebagai pendiri, dan memandang guru atau pimpinan spiritual sebagai wakil Nabi Muhammad saw. Syaikh Abd Al Qadir Jillanin terkenal dengan sebutan Al Ghawts atau Quthb Awliya. Makam Abd Al Qadir terdapat di Baghdad - Irak. Ia sangat dikenang dengan ucapannya"Jikalau seseorang dengan ketegangan spiritual memanggilnya, niscaya ia akan datang dengan menaiki sebuah kendaraan untuk memberikan pertolongan" . Tharikat Qadiriyyah tersebar luas dari India sampai Maroko. Di Arab Barat tharikat ini disebut Jilalah dan praktek tharikatnya bercampur dengan sufisme rakyat setempat akibatnya terjadi perusakan badrah (tarian suci) menjadi tarian mabuk, tarian ekstase mereka biasanya diiringi musik seruling dan drum. Perkembangan di Nusantara Proses masuknya tarekat Qadiriyah melalui penyair besar Hamzah Fanshuri. 2) Ia mendapat khilafat (ijazah untuk mengajar). Tahun 1645 Syeikh Yususf Makassar singgah di Aceh dalam perjalanannya dari Sulawesi menuju Mekah dan ia masuk Tarekat Qadiriyah di Aceh. Namun, sebenarnya pengaruh Tarekat Qadiriyah sudah ada sejak lama di Jawa sebelum Hamzah Fanshuri sayangnya tidak ada informasi yang akurat. Menurut rakyat Cirebon menyebutkan bahwa Syeikh Abdul Qadir al Jillani pernah datang ke jawa, bahkan orang dapat menunjukkan makamnya 3) Juga terdapat indikasi bahwa pengaruh Qadiriyah ada di Banten dengan adanya pembacaan kitab-kitab Manaqib Syaikh Abd Al Qadir Al Jillani pada kesempatan tertentu yang sudah menjadi bagian kehidupan beragama masyarakat Banten. Dalam Serat Centhini, salah seorang tokohnya Danadarma, mengaku pernah belajar pada " Seh Kadir Jalena" di perguruan Gunung Karang - Banten. Dari indikasi-indikasi di atas, agaknya menunjukkan bahwa "Ilmu Syaikh Abd Al Qadir Jilani" telah diajarkan di Cirebon dan Banten setidak-tidaknya sejak abad 17.4) Apa sebetulnya yang diajarkan Syeikh Abd Al Qadir di Jawa dan di Aceh? Pada pengislaman di Jawa pertama kali diajarkan oleh guru-guru yang menguasai ilmu kesaktian dan kekebalan itu disegani dari pada ilmu lainnya. Ilmu-ilmu itu juga diajarkan para wali, khususnya Sunan Kali Jaga dan Sunan Kudus. Tidak mengherankan bila Syeikh Abd Al Qadir populer di kalangan Jawa yang sangat tertarik pada kekuatan magis. Sebuah naskah tasawuf di Jawa Barat menyebutkan Syeikh Abd Al Qadir sebagai sumber ilmu makrifat yang diajarkan para wali di Jawa. Contoh budaya yang terpengaruh tarekat ini adalah permainan Debus di Banten. Konon terpengaruh oleh tharikat Sammaniyah dan Rifaiyah. Namun sekarang Debus hanya merupakan hiburan dari pada ajaran tharikat murni. Disamping itu, ilmu tharekat Qadiriyah yang dicari sekarang tidak lagi berorientasi pada ilmu kekebalan, tetapi ilmu untuk mensucikan hati. Ini tentu saja menyesuaikan situasi sosial dan politik yang berkembang sekarang ini. Orang sudah menganggap bahwa perjuangan itu bukan lagi melalui fisik, tetapi melalui perjuangan bathin dan pensucian diri. Ajaran tharikat Qadiriyah menekankan pada pensucian diri dari nafsu dunia. Karena itu Syaikh Abd Al Qadir, memberikan beberapa petunjuk untuk mencapai kesucian diri yang tertinggi. Diantaranya adalah taubat, zuhud, tawakal, syukur, ridha dan jujur. Ajarannya tidak berbeda dengan ajaran Ahlu Sunnah Wal Jamaah. Adapun ajaran spiritual berakar pada konsep tentang dan pengalamannya akan Tuhan (ihsan). Tharikat Qadiriyah ini kemudian dikembangkan oleh Syaikh Akhmad Khatib Sambas menjadi Tharikat Qadiriyah wa (dan) Naqshabandiyah (TQN). Setelah Syaikh Akhmad Khatib Sambas belajar di Mekkah dia mengajarkan TQN ini secara utuh dan tidak terpisah, tetapi dalam beberpa hal terdapat perbedaan dan inovasi dalam ajaran TQN, seperti membayangkan kehadiran guru ketika berdzikir atau boleh berdzikir keras (jahr) atau lembut (sir), karena itu Tharikat ini dapat dikatakan cabang baru dari Tharikat Qadiriyah. Ini akan dibahas dalam seri khusus TQN. Tharikat Qadiriyah sangat mungkin berkembang bahkan membuat cabang baru karena seorang mursyid diberi wewenang untuk mengembangkan amalan wirid tersendiri dan tidak terikat dengan metode riyadhah yang diberikan oleh mursyid terdahulu. 5) Tidak heran tarekat ini berkembang sangat pesat di berbagai wilayah. Bahkan tidak jarang juga didapati para mursyid dan pengikutnya memakai nama tersendiri sebagai identitas tharikat, seperti Khalwatiyah dan Naqsyabandiyah. (Ini akan dibahas dalam seri khusus). Para penerus dan pecinta Tharikat Qadiriyah tersebar di berbagai belahan dunia. Diantaranya Eropa dan Amerika. Di kedua benua tersebut terdapat Lembaga International Haqqani Institute of Education yang dipimpin oleh Sulthanul Awlia as Sayyid Shaikh Muhammad Nazim Al Haqqani Al Qubrusi an-Naqshabandi. Bahkan di Indonesia ada cabangnya dengan nama Rabbani Sufi Institut Indonesia, Lembaga tersebut dihidupkan untuk menghidupkan sunah Nabi dan sebagai pemelihara semangat roh Islam khususnya jalan Sufi Tarikat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah. Beliau seorang Mufti di Cyprus dan merupakan Mursyid ke 40. Beliau lahir di Larnaca, Cyprus pada tanggal 23 April 1922 (28 Sya'ban 1Pa340 H). Dari sisi ayah beliau keturunan Syaikh Abd Al Qadir Al Jillani, dari sisi Ibu beliau keturunan Jalaludin Rumi pendiri Tharikat Mawlawiyyah. 6) Ajarannya akan ditulis secara khusus dalam Seri Tharikat Naqshabandi Al Haqqani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar